Fungsi Agama:
Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
Karena agama merupakan sumber moral
Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
Manusia sejak
dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta
tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl
(16) : 78
Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di
antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh
berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar
dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua
bagian, yaitu
Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan
kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin
disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha
menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
Godaan
dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang
menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni
kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan.
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing
manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau
kemungkaran.
Fungsi Agama Kepada Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah
disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi
agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
Agama dikatakan
memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi
penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan
manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar
dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada
falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia
adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT
Sesetangah soalan
yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab
oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati,
matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah
berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
Agama merupakan
satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana
sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama,
malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
Kebanyakan agama
di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri
sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh
penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu
pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan
(integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh
yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan
tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti
peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban
sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan
nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung
bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan,
mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang
sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama
dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali
mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Tujuan Agama :
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti
dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan
masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun
umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara
ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman
tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu
dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Beberapa tujuan agama yaitu :
Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
Mengatur kehidupan
manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat
mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut para
peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L
Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar
pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu,
ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.
Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai
kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat
dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini.
Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat
potensial untuk merebut kekuasaan.
Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan
Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin
mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya
keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya
sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara
sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi
agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan
dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan.
Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para
politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya
yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat
relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur
politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi
agama.
Di tangan
penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing
ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan;
agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk
mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis
pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat
lainnya.
Menurut
saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya
diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi
Islam semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena
Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat
dalam hati.
Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki,
bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas
dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab,
mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku
manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula
kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan
kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa
diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah
Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim,
dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop
manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam
menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi.
Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan,
Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori
pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara
agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua
penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks
ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu
bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua
agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya
dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan
manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai
hablun minannaas.
Ketika
Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar
saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di
antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan
kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan
manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu
sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan
perbalahan.
Untuk
seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu
sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi
bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara
agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama
bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama.
Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.
Dari
segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah
disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi
agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah
ini:
Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan
memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi
penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan
manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar
dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada
falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa
dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah
SWT.
Menjawab berbagai
persoalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Persoalan yang
sentiasa ditanya oleh manusia merupakan persoalan yang tidak terjawab
oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati,
amatlah menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah
berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
Menjawab berbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Fungsi edukatif,
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara
petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai,
pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan)
keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
Fungsi
penyelamatan, bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam
hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya
bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal
sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan
berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia
percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup
mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan
pengampunan dan Penyucian batin.
Fungsi pengawasan sosial (social control)
Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan
satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana
sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang
sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di
dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri
sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh
penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial.
Dimensi Komitmen Agama menurut Roland Robertson (1984)
Dimensi
keyakinan: mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius
akanmenganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti
kebenaran ajaran-ajarantertentu.
Praktek agama
mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti , yaitu perbuatan
untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang
berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius
formal, perbuatanmulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat
publik dan relatif spontan.
Dimensi pengalaman
memperhitungkan fakta , bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas
tertinggi, mampu berhubungandengan suatu perantara yang supernatural
meskipun dalam waktu yang singkat.
Dimensi pengetahuan
dikaitkan, dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikapreligius
akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacarakeagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religious, berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
3 Tipe kaitan agama dengan masyarakat :
Kaitan
agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak
menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954),
yaitu:
Masyarakat
yang terbelakang dan nilai- nilai sacral. Masyarakat tipe ini kecil,
terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang
sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam
kelompok keagamaan adalah sama.
Masyarakat-
masyarakat pra- industri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada
tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai
dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan
upacara- upacara tertentu.
Masyarakat-
masyarakat industri secular. Masyarakat industri bercirikan dinamika
dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan,
sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi
yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota
masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan
penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga
lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat
sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan
tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek
agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pelembagaan Agama :
Pelembagaan
agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan
mengayomi suatu kaum yang menganut agama.Agama begitu univeersal ,
permanan (langgeng) , dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak
memahami agama , akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab
dalam memahami lembaga agama adalah , apa dan mengapa agama ada ,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Contohnya
adalah MUI. MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah
para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru
tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili
26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan
unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah ,
Syarikat Islam , Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar , GUPPI , PTDI ,
DMI dan Al Ittihadiyyah , 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam,
Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang
tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah
tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah
tempat bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang
tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh
seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional
Ulama I.
Sejarah
mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan
terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga
kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman
sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama
(atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu
kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan
(kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke
daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu
dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus
itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya
tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai
diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada
zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar
lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima
agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu
dari lima agama resmi versi pemerintah.
Namun
ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi
penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak
keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat
besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya
lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya,
daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai
sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut
agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah
dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan
siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif.
Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang
tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa - desa.
Demi
pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata,
maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai
dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini
ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan
yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.
Anehnya
sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut
angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal
di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun
sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku.
Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik
untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka
itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama
monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.
Agama
sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila
tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang
harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa
agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari
agama.
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya
secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya
menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat
dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam
kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
Nilai
agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan
dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan
persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang
belum berkembang.
b.Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama,
lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase
kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain,
agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari,
agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu
dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis
dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur
rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang
melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia
(transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini
adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang
sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama
melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia
untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat.
Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan
tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka
agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin.
Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial,
merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia,
keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat
keagamaan.
Adanya
organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi
fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif
dan adatif.
Pengalaman
tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan
suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi
keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik
akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba
memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama,
apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal
yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci,
sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman
ajaran wahyunya. Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan,
pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi
atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya
organisasi keagamaan.
Lembaga
ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama
penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan;
tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta
Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian
ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Organisasi
keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama
tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah,
sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad
Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar.
Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah
diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan
mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari
contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola
ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk
asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada
tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau
kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal
alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama
menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil
bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
Contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat :
Contoh-contoh dan
kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat didalam
masyarakat terdapat perbedaan agama yang dianut dari masing-masing
individu namun diantara mereka tidak saling menghargai dalam perbedaan
agama tersebut , dan akan timbul permasalahan seperti: